Solider.or.id,
Yogyakarta- Sejak
tahun 2005, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah memiliki Divisi
Pemberdayaan Kaum Margiinal. Sedangkan rancangan pemberdayaan untuk difabel
sudah ada sejak 2005 namun baru terealisasi pada awal tahun 2014 sejak Arni
Surwanti memperkuat MPM.
Awal
berdirinya, divisi ini bekerja sama dengan salah satu organisasi difabel yang
berlokasi di Yogyakarta, yakni Center for Improving Qualified Activity in Live of People with
Disabilities (CIQAL)
dalam upaya pendampingan kepada masyarakat difabel di Kecamatan Lendah, Kulon
Progo, Yogyakarta dan di Purworejo. Pendampingan tersebut berupa penguatan
secara kelompok dan penguatan secara personal melalui pertemuan rutin,
pengajian, pelatihan, konsultasi, bakti sosial, pelatihan pertanian dan pakan
ternak, dll.
Di
samping pertemuan rutin bulanan di Kantor MPM yang berada di Jalan Kyai Haji
Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta ini, MPM sedang memproses pembuatan kartu Ikatan
Disabilitas Purworejo (IDP), pembuatan legal draft / akta notaris
keorganisasian Difabel Lendah-Galur, dan proses pendaftaran BPJS kesehatan
secara cuma-cuma untuk difabel domisili Yogyakarta.
Sudah Mulai Advokasi
“Tujuan
adanya divisi program disabilitas ini agar masyarakat rentan menjadi lebih
berdaya dengan adanya kebijakan yang tidak diskriminatif. Juga perlu adanya
pendampingan langsung dan pendidikan kepada masyarakat umum bahwa difabel
memiliki hak yang sama”, ungkap Arni Surwanti selaku pegiat divisi program
disabilitas MPM.
Arni
menambahkan, sebelum adanya silaturahmi rutin bulanan di kantor MPM
Muhammadiyah, divisi ini sudah melakukan advokasi selama 1 tahun bekerja sama
dengan CIQAL dan Himpunan Wanita Difabel Indonesia (HWDI). Advokasi ini berupa
pendampingan dan pemberdayaan secara riil kepada kelompok marjinal seperti
pedagang kasongan dan tukang becak. Tujuannya agar dapat meningkatkan kapasitas
mereka dalam bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Sedangkan
menurut Muhammad Qomarudin selaku relawan MPM, progam disabilitas muncul karena
bagian dari visi besar MPM Muhammadiyah yaitu mengingkatkan kapasitas, harkat,
martabat, daya saing, posisi tawar masyarakat menuju kehidupan sosial yang adil
dan berkeadaban. Masyarakat di sini khususnya masyarakat yang termarginalkan.
Dalam
rangka mencapai visi tersebut, maka MPM mengembangkan advokasi dan model
pemberdayaan masyarakat, sehingga dibentuklah divisi advokasi dan model
pemberdayaan kaum marjinal.
Divisi
yang bertanggungjawan untuk program pemberdayaan disabilitas yaitu Divisi
Advokasi serta Divisi Pemberdayaan Usaha Mikro dan kaum Marjinal yang biasa
disebut Divisi Pemberdayaan kaum Marjinal atau Divisi Proletar. Divisi Advokasi
lebih pada memperkuat posisi keorganisasian ke atas, misal kepada pemerintah,
advokasi kebijakan pemerintah untuk pro kepada difabilitas, serta membuat akta
notaris untuk legalitas. Sedangkan Divisi Pemberdayaan Kaum Marjinal memperkuat
keorganisasian kebawah, bentuknya pendampingan langsung langsung kepada
disabilitas, mengadakan pelatihan untuk menambah ketrampilan dan daya tawar
difabilitas, pengajian untuk spiritual, bakti sosial, dan layanan kesehatan.
Kegiatan
yang aktif hingga kini adalah silaturahmi dan pengajian rutin pada minggu
ketiga setiap bulan yang terbuka untuk umum. Sedangkan jumlah relawan aktif di
MPM sebanyak 30 orang yang mayoritas mahasiswa/alumni Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Pergerakan ini berbasis relawan sehingga kendala yang dialami oleh
pergerakan ini adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas dengan
banyaknya bidang yang dikerjakan oleh MPM. (Ramadhany Rahmi)
No comments:
Post a Comment