Translate

Wednesday, August 26, 2015

My First Overseas Trip, Thailand, February 2011
                                                            By : Ramadhany Rahmi

                        Kaget dan tentu saja senang saat saya mengetahui ternyata terdapat nama saya di www.ayfn-hq.org  sebagai salah satu peserta yang lolos seleksi tahap terakhir, yaitu wawancara yang diadakan oleh sebuah organisasi mahasiswa independent yang bernama ASEAN YOUTH FRIENDSHIP NETWORK atau biasa disebut AYFN. Setelah mempersiapkan selama kurang lebih 2 bulan untuk perjalanan luar negeri pertama saya ini, saya berangkat dari Jogja menuju Jakarta menggunakan pesawat, karena Alhamdulilah saya mendapat tiket promo. Hehehe, lumayan untuk berhemat. Saya berangkat ke Thailand pada tanggal 5 February 2011 dari Soekarno-hatta International Airport. Kota tujuan saya si Thailand tidak lain adalah Bangkok, as the capital city of Thailand karena saya pergi ke Thailand ini bukan untuk sekedar berjalan-jalan namun untuk mengikuti Inter-cultural Learning and Friendship Program yang tujuannya utamanya adalah untuk menjalin persahabatan yang baik antar sesama pemuda ASEAN yang ke depannya diharapkan mampu membawa hasil positif dalam kerjama ASEAN Community yang diharapkan dapat terselenggara pada tahun 2015. Ada  4 program utama dalam acara ini, yaitu belajar bahasa dan budaya Thailand, mengikuti seminar mengenai pariwisata berkelanjutan, pertunjukkan seni dan budaya, serta kegiatan persahabatan.
                        Dalam menjalani program ini tentu saja saya merasa sangat aneh pada awalnya, bagaimana tidak, ini adalah perjalanan pertama saya ke luar negeri yang ternyata ada cukup banyak hal baru yang harus saya jalani, antara lain memilah milah dengan teliti makanan yang hendak saya makan. Karena kita ketahui bersama di sana banyak terdapat daging babi yang dijual amat bebas, alias mencari makanan yang halal seperti daging ayam, makanan laut, atau daging sapi lumayan susah. Hal tersebut saya piker wajar saja karena mayoritas penduduk Thailand yaitu sebanyak 94,6% beragama Budha. Sedangkan penduduk yang beragama Islam hanya sekitar 4,6% dari total penduduk yang ada di Thailand. Wajar juga bila kami yang pergi kesana bersama, cukup menjadi sorotan bagi warga asli karena beberapa dai kami khususnya wanita, mengenakan jilbab. Sebenarnya kami juga merasa cukup heran mengapa wanita-wanita disana banyak yang mengenakan pakaian mini. Kami heran apakah mereka tidak merasa berbahaya dengan gaya pakaian mereka itu? Saat saya menanyakannya pada Liaison Officer yang memandu program kami, dia menjawab hal itu biasa saja karena memang sudah menjadi kebiasaan mereka. Mereka yang mengenakan pakaian seksi tersebut merasa tidak berbahaya, mereka pikir bahwa para lelaki tidak akan mengganggu mereka hanya karena pakaian mereka itu, ini disebabkan pakaian semacam itu sudah biasa ada dimana pun sehingga kaum laki laki sudah merasa bosan. Hahahaha, bagi saya jawabannya itu benar juga. Bayangkan saja jika hal tersebut terjadi di Indonesia! J
                        Hari pertama saya berada di Bangkok yaitu pada hari Sabtu tanggal 5 February 2011 saya disambut oleh panitia yang sudah lebih dulu berada disana. Kami bermalam di The Blooms Residence yang berlokasi di kota Bangkok daerah Shatorn. Kemudian dihari berikutnya, Minggu 6 Februari kami bertukar pasangan untuk check-in lagi di motel yang sama. Kami menghabiskan waktu luang kami ini dengan pergi ke Siam Paragon, yaitu maol terbesar di ASEAN. Tentu saja kami memilih tempat ini karena lokasinya yang tidak jauh dari tempat kami menginap. Kami tidak mengunjungi tempat-tempat budaya seperti museum atau temple di hari berikutnya sudah ada jawdal kesana dan saran panitia memang untuk tidak bepergian jauh sehingga tenaga kami tidak banyak terkuras. Hari ketiga, Senin 7 February 2011  saya meluncur menuju Bangkok University guna menjalani hari pertama  yaitu mengikuti program perkenalan dan persahabatan, dasar-dasar kebudayaan dan sejarah tentang Thailand, perkenalan bahasa Thailand, kemudian makan siang bersama dengan Liaison Officer beserta rektor Bangkok University. Sungguh menyenangkan karena pemandu kami yaitu Gift dan Ging sungguh sangat ramah dan murah senyum. Mereka banyak membantu kami bagaimana cara berkomunikasi dengan warga asli Thailand dan tentu saja memberikan beberapa tips yang berguna saat kami menawar barang belanjaan, lumayan untuk mendapatkan harga semua barang dengan potongan hingga 50%, kecuali makanan tentunya. Sama dengan di Indonesia, untuk membeli suatu barang atau jasa transportasi, kita bisa menawarnya, namun untuk makanan tentu tidak sopan jika kita menawarnya. Hari berikutnya yaitu Selasa 8 February 2011 kami mengikuti “Seminar on Sustainable Tourism” yang diberikan oleh Mr. Siwasak yang juga sering memberikan seminar ini di Malaysia. Selain itu, kami juga mengkuti program Bahasa Thailand dan kelas kebudayaan. Malam harinya saya menggunakan waktu saya untuk melihat keindahan kota. Kemudian pagi hari Rabu, 9 Februari 2011 saya masih mengikuti pelajaran bahasa dan budaya Thailand di Bangkok University. Hal yang membuat saya sedikit jengkel di hari itu adalah saat malam hari saya berbelanja di MBK, saya tidak mendapatkan taksi untuk pulang ke penginapan karena saya mengalami rush hours, sehingga saya memutuskan untuk menggunakan Tuk-Tuk, yaitu sejenis bajaj seperti yang ada di Jakarta namun ukurannya lebih besar dan amat lincah! Transportasi ini termasuk jenis transprtasi tradisional Thailand yang tentu saja perlu Anda coba jika Anda mendapatkan kesempatan ke Thailand. Namun saya juga merasa bersalah karena saya menawar jasa Tuk-Tuk dengan 100 baht untuk 4 orang. Saya merasa bersalah karena supir Tuk-Tuk itu tetap teguh memberikan harga 120 baht. Karena saya yang ngeyel dan supirnya pun ngeyel, tawar-menawar kami cukup lama hingga kami dikagetkan oleh peluit polisi yang berbunyi memekakkan telinga. Bagaimana tidak memekakkan, polisi tersebut meniupnya tepat di belakang telinga saya hendak memberikan sanksi pada supir Tuk-Tuk di depan saya karena berhenti pada tempat yang seharusnya tidak boleh berhenti hingga menimbulkan cukup kemacetan di belakangnya. Dengan gesit polisi itu berlari menuju Tuk-Tuk dan menarik kunci Tuk-Tuk tersebut. Seperti yang saya katakana sebelumnya karena Tuk-Tuk bisa berjalan lincah dan gesit, tentu saja Tuk-Tuk tersebut selamat dan berhasil kabur. Subhanallah, sesungguhnya saya dan teman-teman saya disitu sudah khawatir bahwa kami juga akan mendapat teguran dari polisi, namun karena kami terlihat sebagai orang asing, polisi tersebut tidak jadi berkata apapun, kami pun kabur. J
                        Kamis, 10 Februari 2011, kami delegasi dari Indonesia mempersembahkan tarian asal Indonesia, antara lain Gebyar-gebyar dan Saman. Waktu yang diberikan kepada kami untuk pertunjukkan hanya satu jam saja sehingga hanya beberapa peserta dai Indonesia saja yang unjuk gigi. Kemudian sebagai penutup hari terakhir di Bangkok University, sore hari kami menari bersama mahasiswa Bangkok University di Gymnasium. Pengalaman ini sungguh unik karena kami dapat saling tukar budaya dan belajar bersama. Berikutnya hari Jum’at 11 Februari 2011 adalah hari yang melelahkan karena kami harus sudah siap jam 8 pagi waktu setempat untuk pergi city tour bersama Liaison Officer Bangkok University. Tempat wisata yang kami kunjungi hari itu adalah Grand Palace, tempat ini adalah sebuah istana yang di dalamnya dihuni oleh raja beserta keluarganya. Tempat ini sungguh mengangumkan karena bangunannya yang sungguh klasik, apalagi malam hari saat istana ini disinari cahaya lampu, tempat ini terlihat seperti emas yang berkilau. Kemudian kami mengunjungi beberapa patung Buddha seperti Wat Pho atau Reclining Buddha. Tempat ini adalah sebuah tempat ibadah umat Buddha yang terdapat sebuah oatung Buddha yang sangat besar hingga mereka menyebutnya raksasa. Ada hal yang unik disana, yaitu kita bisa mendonasikan uang kita untuk proses renovasi wihara dengan cara member koin uang Thailand kuno dan memasukkannya satu per satu dari pundi tanah liat ujung kiri hingga pintu keluar. Banyak wisatawan asing yang mencobanya dan mengabadikan moment itu dengan kamera yang mereka bawa. Tak hanya bangunannya yang menawan, namun juga tembok bangunan itu bukan tembok biasa, namun tembok bergambar yang mencerikan mengenai Ramayana. Jika melihat detail-nya, sungguh saya sangat kagum dengan pembuatnya dan tentu saja sangat kreatif hingga terlihat manis. Saya akui orang Indonesia kalah dengan orang Thailand dalam hal mengemas apa yang mereka miliki. Jika Thailand memiliki sungai yang indah, Indonesia pun punya. Namun yang tidak dimiliki oleh Indonesia adalah kemasannya atau bungkusnya. Maksud saya adalah mereka mampu membungkus atau mengemas apa yang mereka miliki dengan manis sehingga banyak wisatawan yang tertarik untuk dating melihat. Ini menjadikan saya inspirasi agar mampu mengubah hidup saya menjadi lebih menarik dimulai dari hal yang sederhana seperti yang ditunjukkan pada tembok di Wat Pho. J
                        Tanggal 11 Februari 2011 hingga tanggal 13 Februari 2011 saya banyak mengabiskan waktu saya untuk menjelajahi Bangkok. Seperti mencoba Chao Praya, menuju Wat Arun, dan mencoba pakaian tradisioanal Thailand. Selain itu saya berbelanja oleh-oleh di dekat KBRI karena harganya yang murah. Malam terakhir program AYFN kami habiskan di atap tempat penginapan kami. Indahnya melihat Bangkok dari atas saat malam hari. J
                        14 Februari 2011 sangat saya nantikan kedatangannya, bukan karena Valentine’s Day namun karena hari inilah saya kembali ke tanah air yang sudah cukup saya rindukan. Pukul 20.15 waktu setempat saya take off dari Shuvarnabhumi Airport Thailand menuju Soekarno-Hatta International Airport Indonesia. Namun saya harus sedikit bersabar karena penerbangan saya selanjutnya yaitu dari Jakarta menuju Jogjakarta akan diberangkatkan tanggal 15 Februari 2011 pukul 06.00 pagi. Sungguh melelahkan memang, namun tidak terasa melelahkan karena akhirnya kembali lagi ke Jogja dengan kondisi yang Alhamdulilah sehat.

                        Pengalaman saya ini adalah pengalaman pertama saya ke sebuah tempat dimana tidak ada sanak keluarga dan dengan berbagai macam hal baru yang berbeda seperti yang saya ketahui sebelumnya. Menyenangkan dan cukup menantang! Banyak hal kecil yang menjadi perhatian saya di sana hingga menginspirasi saya untuk tetap melangkah maju dan semoga kelak pengalaman saya ini dapat berlanjut serta teman-teman juga dapat mendapatkan kesempatan tersebut. Tentu ini amat menyenangkan karena saya pernah merasakan bukan saja Dukuhwaluh yang menjadi tempat tinggal saya, tak lagi Purwokerto yang menjadi asal saya, dan bukan pula Jawa Tengah yang menjadi kampung halaman saya, namun saya pernah merasakan bahwa Indonesia-lah yang menjadi rumah saya. We’ll never know how good it is until we try it. Don’t close your door so you could open one that leads you to the perfect road and other side of this world, do it well and kinda best thing will come to you J

Sunday, August 9, 2015

di tepi sungai Piedra aku duduk dan menangis


"aku bisa saja". apakah arti perkataan ini? sepanjang kehidupan kita, ada hal-hal yang mestinya terjadi namun toh tidak terjadi. saat-saat magis itu berlalu tanpa disadari, dan kemudian tiba-tiba, tangan takdir mengubah segalanya...



galaxy ..  dan semuanya, semakin tajam di ingatan meski ribuan kali aku memaksanya pergi...
happy wedding and happily ever after..

Monday, August 3, 2015

semakin bangga sama ibu

sudah sekian tahun gak curhat di blog. jadi cerita pagi ini aku kebangun hanya gara-gara suara TV infotainment pernikahannya nikta gina . sedih dengar suara suaminya yang mengucapkan ijab qabul. jadi kebangun dan termenung.. setelah cuci muka dan bikin teh, aku langsung buka laptop iseng liat FB dan omaigat di timeline home langsung muncul fotoku 4 tahun lalu bareng mantan ter-eshol yang pernah ada di dunia. tanpa diminta, facebook menawarkan re-share foto itu, ya sebagai bentuk peringatan di hari yang sama 4 tahun lalu. sedetik rasanya jleb, terus cari artikel di hipwee yang pas buat curcol di timeline. daripada curcol beneran, sulit cari pembelaan. abaikan...

setelah selesai menulis laporan, iseng juga main facebook liat di home muncullah mbak rempong menyebalkan di dunia yang aku iri sama dia. iri bukan karena kemampuan yang dimilikinya. no, karna apa? karena dia punya suami ganteng, baik, dan udah dikarunia dua anak yang lucu banget. padahal semasa kecil, dia kakak terjahat usilnya minta ampun tapi entah apa yang membuat kami tetap akrab.

dia sering curhat di sosmed kaya BBM dan facebook. seremnya, dia seakan gak bisa kontrol mana yang perlu di share mana yang cukup jadi konsumsi pribadi. then, wajar aja sih dia gak ada temen ngobrol kan? mungkin dia bosan juga karena dia gak punya pekerjaan. coba pikir, lagi momen lebaran, dia share soal keluarga yang terasa mendiskriminasi. update-annya jadi bahan bully tersembunyi antara aku dan sodaraku lainnya. tapi sudahlah.. yang cetar hari ini, dia terang-terangan minta transfer duit dari suami. dan itu dipublish di facebook. ya ampun! kontrolnya mbak, capek capek sekolah cuma dapat itu?

terkesan jahat memang pas aku tulis blog ini. tapi jangan pikir aku cuma diam, sudah beberapa statusnya aku komen dan responnya malah diluar harapan,. bukan nanggepin baik malah makin nyolot.ya tau lah karakter dia memang otaknya gak terbuka. whatever.. 

bisa sampe besok pagi ngetik soal gak kontrolnya. di lain sisi, aku bersyukur aku gak separah itu memalukan nama sendiri terang-terangan, bagiku memalukan, entah mungkin baginya kebanggaan. aku teringat langsung sama ibuku di rumah. ibuku kerja, bahkan minggu pagi pun kerja! sampai kurus, ya tapi aku senang ibuku kurus karena ibuku sehat, beliau jaga asupan makanan banget, kerja terus, berkegiatan terus, bahkan sampai mau melayani pembeli kacang sampai jam 1 malam di bulan puasa. nahlo, gak cuma itu,. ibuku juga bisa jalan kaki berjarak sampai ratusan kilo. pernah dari purwokerto jalan kaki ke semarang! ibuku! siapa yang lebih hebat? 

ibuku hatinya tulus banget, gak pernah pamrih mengharapkan balasan kebaikan dari orang lain. bahkan, ibuku hanya sering menyimpan keluhan di batin sampai nangis sendiri kalau malam. banyak cerita miris tentang ibuku saat muda yang diceritain ke aku. sebenernya sedih banget, tapi sok tegar aku bilang "gak usah lebay deh mak seakan akan di dunia ini cuma ibu yang paling menderita".

you know mak, setelah ibu pergi kerja, aku merenung dan nangis. ternyata begitu sulit hidup mudamu mak. aku selalu berdoa untukmu mak semoga Allah senantiasa memberimu kebahagiaan meskipun engkau sering galak dan gak nyambung juga kalau diajak ngobrol. maaf juga mak aku blockir twitter, instagram, dan beberapa status di facebookku aku kunci biar emak gak bisa baca. bukan pelit mak, aku gak mau ibu tahu hidupku juga kadang lebay. aku cuma mau ibu tahu kalau aku dimana pun akan selalu baik baik saja. 

ini si emak : 


dibalik segala menyebalkan tentangmu mak, aku bangga banget. kenapa? karena tulus hatimu mak, karena kerja kerasmu mak, dan karena aku senang melihatmu tertawa pas aku jahil. mak, sehat terus ya. wkwkwkk pagi-pagi dah alay. entahlah.. random.. abaikan....

tulisan ini inspirasi dari status alay ini :

Thursday, May 7, 2015

maaf..

maaf kalo ada kata-kata yang digaris bawahi, atau pake stabilo.. laptop error dan besok kalo sudah kembali waras insyallah akan diupdate tulisannya biar gak bikin pusing bacanya.. hehehe.. semoga bermanfaat :)

Komunitas Difabel Diskusikan Gerakan Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan Disabilitas



Center for Improving Qualitied Activity in Live of People with Disabilities (CIQAL) mengadakan Diskusi Refleksi Pengorganisasian Komunitas dan Mendorong Gerakan kepada 4 komunitas dampingan CIQAL di Hotel Citradream Jln.  AM. Sangaji No.28 Yogyakarta pada Selasa (7/4). Kegiatan ini dihadiri oleh 18 peserta yang terdiri dari Lembaga CIQAL,  Komunitas Persatuan Difabel Nganglik, Organisasi Difabel Mlati, Komunitas RBM  Melati Bhakti Banguntapan Bantul, dan Komunitas RBM Manunggal Karya Pajangan Bantul.
“Kegiatan ini akan dilakukan selama 2 hari yakni hari Selasa dan Rabu. Sehingga sangat diharapkan kepada seluruh peserta yang hadir pada hari ini agar dapat hadir kembali besok agar tujuan dari kegiatan ini tercapai”, jelas Ibnu Sukoco perwakilan dari CIQAL.
Ibnu menambahkan tujuan dari kegiatan ini agar lembaga CIQAL dan komunitas dampingan CIQAL lebih dapat memahami isu tentang kekerasan berbasis gender dan pengintegrasian dengan fokus advokasi untuk perempuan penyandang disabilitas. Kegiatan tersebut juga dilakukan untuk  dapat mengetahui teknis penyusunan kerangka kerja konseptual di lembaga CIQAL tentang advokasi penghapusan kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual.
Sedangkan  Fatkhurozi selaku fasilitator dari LRC-KJHAM Semarang menerangkan bahwa yang termasuk dalam  kekerasan terhadap perempuan berbasis gender  jika memiliki beberapa faktor, yakni adanya tindakan kekerasan kepada perempuan, terjadi tindak kekerasan karena korban adalah seorang perempuan yang terjadi karena adanya diskriminasi gender dan stereotype, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, maupun psikis, dan terjadi di rumah tangga atau tempat publik.
Lebih lanjut Fatkhurozi mencontohkan, jika ada tindakan penjambretan yang korbannya adalah perempuan, itu tidak termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan berbasis gender karena itu adalah kasus kriminal biasa dan bisa terjadi pada siapa saja. Contoh dari kekerasan terhadap perempuan berbasis gender adalah jika seorang pelaku laki-laki memperkosa tetangga perempuannya.

Tuli Adalah Kelompok Minoritas Linguistik



“Tuli bukan cacat atau disabilitas fisik, melainkan sebuah kelompok minoritas linguistik pengguna bahasa isyarat,” ungkap Adhi Kusumo Bharoto yang diterjemahkan oleh juru bahasa isyarat. Pernyataan tersebut merupakan salah satu materi dalam seminar bahasa isyarat Minggu (29/3) di Madre, Angkringan Tuli Yogyakarta.
Seminar ini merupakan kerja sama Deaf Art Community (DAC) dan mahasiswa komunikasi Univesitas Veteran Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta yang juga didukung oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta. Seminar ini merupakan acara puncak bagi peserta yang telah mengikuti program pelatihan Creative, Fun, Attractive (CRAFT)selama bulan Maret 2015. Pelatihan CRAFT merupakan pelatihan bahasa isyarat yang bekerja sama dengan DAC dan ditutup dengan seminar. Pelatihan ini tidak berbayar dan bagi peserta yang mengikuti lebih dari 5 kali kelas bahasa isyarat mendapatkan kamus bahasa isyarat Yogyakarta yang diterbitkan oleh Laboratorium Riset Bahasa Isyarat.
Pelatihan bahasa isyarat ini telah diadakan seminggu tiga kali yakni hari Senin bertempat di Sekolah Semangat Tuli, hari Kamis di identitas kafe, dan hari Jum’at di Madre Angkringan Tuli. Ketiga tempat ini merupakan basecamp dan lokasi tempat anggota DAC bekerja. Pelatihan ini diikuti lebih dari 50 peserta dengan bermacam-macam latar belakang profesi dan usia.
Adhi Kusumo Bharoto, yang juga lulusan studi linguistik pada sebuah kampus di Hong Kong ini menambahkan Tuli adalah pernyataan kultural sebagai identitas Budaya Tuli. Dikatakan demikian karena Budaya Tuli juga memiliki unsur yang sama dengan budaya pada umumnya. Yakni adanya bahasa, sejarah, sistem nilai, tata perilaku, sistem kepercayaan, tradisi, sistem kemasyarakatan, perjuangan, dan kesenian.
Seluruh peserta mengikuti seminar ini hingga pukul 16.00 WIB dan semangat mereka berlanjut hingga hadir dalam pementasan seni pada hari yang sama pukul 19.30 WIB di lokasi yang sama.

Tuli dalam Perspektif Sosial Budaya



Banyak orang langsung menilai bahwa tuli adalah orang yang tidak bisa mendengar atau orang yang memiliki hambatan pendengeran. Namun dari perspektif sosial-budaya,  tuuli bukan merupakan kecacatan, bukan pula difabel atau disabilitas fisik, melainkan sebuah kelompok minoritas linguistik, pengguna bahasa isyarat. Tuli adalah pernyataan kultural sebagai identitas budaya tuli. Dikatakan demikian karena budaya tuli memiliki bahasa, sejarah, sistem nilai, tata perilaku, sistem kepercayaan, tradisi, sistem kemasyarakatan, perjuangan, dan kesenian.
Kebanyakan tuli berisyarat satu sama lain tanpa mempertimbangkan tingkat pendidikan mereka karena  tidak setiap tuli memiliki kemampuan bahasa isyarat yang sama. Di sisi lain, tidak semua tuli menggunakan bahasa isyarat, beberapa masih menggunakan sistem simbol manual. Adapun tuli pengguna bahasa isyarat harian jika berada di rumah (home sign). Home sign adalah bahasa isyarat yang hanya dimengerti oleh anggota keluarga. Sedangkan dialek bahasa isyarat yang menunjukan daerah asal penggunanya masih digunakan dalam kebudayaan Tuli contohnya bahasa isyarat Kolok, bahasa isyarat Jakarta, bahasa isyarat Tarakan, bahasa isyarat Yogyakarta, dan lain sebagainya.
Norma, Nilai, dan Kepercayaan
Bahasa isyarat selayaknya dinilai sebagai kekayaan budaya meskipun ada salah satu kutipan dari orang dengar yang menyatakan bahwa bahasa isyarat bukan bagian dari kebudayaan. Ketulian seyogyanya tidak dianggap sebagai suatu masalah atau penyakit yang perlu disembuhkan karena sebagian besar masyarakat tuli menilai diri mereka sendiri sebagai budaya minoritas.
Dalam berhubungan sosial kemasyarakatan, ada tuli yang hidup sendiri diantara orang-orang dengar, ada juga yang hidup berkelompok. Mereka yang hidup berkelompok lebih mengerti perbedaan budaya dengan budaya lain atau budaya mayoritas. Mereka pun mengerti norma perilaku bahwa tuli memiliki kesetaraan martabat, kehormatan, dan etiket.
Budaya tuli juga memiliki tradisi seperti acara tahunan, contohnya syawalan bersama keluarga besar tuli, lomba, Hari Tuli Internasional, olahraga antar Tuli se- Sekolah Luar Biasa (SLB) se-kota, Nasional, dan bahkan sedunia yang dikenal dengan nama Deaflympic. Tuli juga memiliki nyanyian dalam bahasa isyarat untuk lagu selebrasi. Cerita dalam menggunakan bahasa isyarat untuk mengajarkan alfabet pada anak pun ada. Karya komedi tuli, komik buatan Tuli seperti “That Deaf Guy”, dan deaf anecdote pun muncul sebagai hasil karya tuli yang bercerita mengenai Tuli, bahasa isyarat, peristiwa nyata, humor, dan hal-hal lucu lainnya.
Contoh kelompok tuli yang hidup dalam kemasyarakatan di antaranya Deaf Art Community di Yogyakarta dan Magelang Deaf Club di Magelang. Kelompok olahraga tuli pun ada seperti kelompok futsal tuli, deaflympic, dan PORTURIN. Sekolah tuli juga ada contohnya Gallaudet University di Amerika Serikat yang menggunakan metode bahasa isyarat dalam proses belajar mengajar. Sedangkan internet dan media sosial yang akses untuk tuli contohnya dengan video rekaman pada skype, camfrog, oovoo, dan teknologi termodern seperi video call.
Seni dan Sejarah Tuli
Tidak sedikit masyarakat melihat bahwa kemampuan Tuli dalam seni tergolong bagus. Penilaian ini dikarenakan Tuli dapat memaksimalkan kemampuan visual. Mereka mampu melihat bagaimana orang lain mengasah kemampuan seninya sehingga mereka mampu mencontohnya dan mengaplikasikan terhadap dirinya. Contoh seniman Tuli dalam bidang musik adalah Ludwig Van Beethoven dan Hellen Keller sebagai contoh penulis tuli. Tuli juga mampu bermain teater, bercerita dengan menggunakan bahasa isyarat, memahat, melukis, dan lain sebagainya.
Menurut Paddy Ladd seorang peneliti tuli dari University of Bristol,  perkembangan bahasa isyarat sudah ada jauh sebelum abad ke 14. Sedangkan pada abad ke 17, alfabet tangan diciptakan oleh Juan Pablo Bonet dalam bukunya. Kemudian pada tahun 1880 terdapat   International Congress on the Education for the Deaf (ICED) di Milan, Italia yang membahas mengenai metode pengajaran dan penggunaan bahasa untuk tuli dalam pendidikan tuli, oralism atau manualism. Namun pada kongres tersebut, mekanisme oral yang mendapat suara terbanyak yang juga mendapat dukungan dari Alexander Graham Bell. Sehingga perkembangan bahasa isyarat mulai menurun sejak saat itu. Setelah peristiwa penting tersebut memicu pergerakan masyarakat tuli dengan berdirinya The National Association of the Deaf (NAD) di Amerika untuk memperjuangkan hak tuli, melindungi budaya dan bahasa mereka. Perjuangan penggunaan bahasa isyarat kembali berkembang pada tahun 1960 oleh William C. Stokoe dan penelitiannya mengenai ‘Sign Language Structure” pada Bahasa Isyarat Amerika.
 Perjuangan masyarakat tuli di dunia mengenai pendidikan tuli berhasil membuahkan hasil dengan terselenggarakan ICED kedua di Vancouver, Kanada pada 2010 yang membahas tentang resolusi Milan. Metode pengajaran dan penggunaan bahasa yang tepat dalam pendidikan tuli adalah bahasa isyarat. (Ramadhany Rahmi)
Referensi : Presentasi pada Seminar “Mengenal Budaya Tuli dan Bahasa Isyarat”. Yogyakarta, 29 Maret 2015 oleh Adhi Kusumo Bharoto, peneliti di Laboratorium Riset Bahasa Isyarat.

LRBI Seleksi 10 Calon Peserta Pelatihan Pengajaran Bahasa Isyarat



Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) dibawah naungan Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengadakan seleksi wawancara kepada sepuluh orang peserta guna mengikuti pelatihan pengajaran bahasa isyarat dan pelatihan dasar pembuatan kamus di Balai Kelurahan Siwalankerto, Surabaya (19/4) lalu.
“Seleksi yang sama sudah dilakukan sebelumnya di Semarang minggu lalu. Calon peserta yang terpilih akan mengikuti pelatihan pengajaran bahasa isyarat dan pelatihan dasar pembuatan kamus di Jakarta selama 2 bulan, pada bulan Juni dan Juli”, jelas Adhi Kusumo Bharoto dalam bahasa isyarat selaku perwakilan dari LRBI.
Adhi berharap akan lebih banyak lagi tuli yang memperjuangkan bahasa isyarat, meskipun belum ada calon peserta dari Bandung yang mendaftar. Pelatihan serupa sudah pernah dilakukan pada tahun 2014 di Universitas Indonesia dan telah menghasilkan kamus bahasa isyarat Yogyakarta dan kamus pendamping edisi pertama.
Kegiatan ini dihadiri oleh 19 orang yang tergabung dalam organisasi Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia) Surabaya. Dalam organisasi ini mayoritas anggotanya menggunakan oral atau membaca gerak bibir dalam berkomunikasi, bahasa isyarat tidak banyak digunakan.
“Kedatangan LRBI sangat membuat kami senang karena kami baru memahami kalau bahasa isyarat itu bagus dan kita nyaman memakainya. Kami berharap di lain kesempatan LRBI bisa datang lagi ke Surabaya untuk mengajari kami bahasa isyarat”, ungkap Yuyun selaku ketua DPD Gerkatin Jawa Timur.