Translate

Wednesday, August 26, 2015

My First Overseas Trip, Thailand, February 2011
                                                            By : Ramadhany Rahmi

                        Kaget dan tentu saja senang saat saya mengetahui ternyata terdapat nama saya di www.ayfn-hq.org  sebagai salah satu peserta yang lolos seleksi tahap terakhir, yaitu wawancara yang diadakan oleh sebuah organisasi mahasiswa independent yang bernama ASEAN YOUTH FRIENDSHIP NETWORK atau biasa disebut AYFN. Setelah mempersiapkan selama kurang lebih 2 bulan untuk perjalanan luar negeri pertama saya ini, saya berangkat dari Jogja menuju Jakarta menggunakan pesawat, karena Alhamdulilah saya mendapat tiket promo. Hehehe, lumayan untuk berhemat. Saya berangkat ke Thailand pada tanggal 5 February 2011 dari Soekarno-hatta International Airport. Kota tujuan saya si Thailand tidak lain adalah Bangkok, as the capital city of Thailand karena saya pergi ke Thailand ini bukan untuk sekedar berjalan-jalan namun untuk mengikuti Inter-cultural Learning and Friendship Program yang tujuannya utamanya adalah untuk menjalin persahabatan yang baik antar sesama pemuda ASEAN yang ke depannya diharapkan mampu membawa hasil positif dalam kerjama ASEAN Community yang diharapkan dapat terselenggara pada tahun 2015. Ada  4 program utama dalam acara ini, yaitu belajar bahasa dan budaya Thailand, mengikuti seminar mengenai pariwisata berkelanjutan, pertunjukkan seni dan budaya, serta kegiatan persahabatan.
                        Dalam menjalani program ini tentu saja saya merasa sangat aneh pada awalnya, bagaimana tidak, ini adalah perjalanan pertama saya ke luar negeri yang ternyata ada cukup banyak hal baru yang harus saya jalani, antara lain memilah milah dengan teliti makanan yang hendak saya makan. Karena kita ketahui bersama di sana banyak terdapat daging babi yang dijual amat bebas, alias mencari makanan yang halal seperti daging ayam, makanan laut, atau daging sapi lumayan susah. Hal tersebut saya piker wajar saja karena mayoritas penduduk Thailand yaitu sebanyak 94,6% beragama Budha. Sedangkan penduduk yang beragama Islam hanya sekitar 4,6% dari total penduduk yang ada di Thailand. Wajar juga bila kami yang pergi kesana bersama, cukup menjadi sorotan bagi warga asli karena beberapa dai kami khususnya wanita, mengenakan jilbab. Sebenarnya kami juga merasa cukup heran mengapa wanita-wanita disana banyak yang mengenakan pakaian mini. Kami heran apakah mereka tidak merasa berbahaya dengan gaya pakaian mereka itu? Saat saya menanyakannya pada Liaison Officer yang memandu program kami, dia menjawab hal itu biasa saja karena memang sudah menjadi kebiasaan mereka. Mereka yang mengenakan pakaian seksi tersebut merasa tidak berbahaya, mereka pikir bahwa para lelaki tidak akan mengganggu mereka hanya karena pakaian mereka itu, ini disebabkan pakaian semacam itu sudah biasa ada dimana pun sehingga kaum laki laki sudah merasa bosan. Hahahaha, bagi saya jawabannya itu benar juga. Bayangkan saja jika hal tersebut terjadi di Indonesia! J
                        Hari pertama saya berada di Bangkok yaitu pada hari Sabtu tanggal 5 February 2011 saya disambut oleh panitia yang sudah lebih dulu berada disana. Kami bermalam di The Blooms Residence yang berlokasi di kota Bangkok daerah Shatorn. Kemudian dihari berikutnya, Minggu 6 Februari kami bertukar pasangan untuk check-in lagi di motel yang sama. Kami menghabiskan waktu luang kami ini dengan pergi ke Siam Paragon, yaitu maol terbesar di ASEAN. Tentu saja kami memilih tempat ini karena lokasinya yang tidak jauh dari tempat kami menginap. Kami tidak mengunjungi tempat-tempat budaya seperti museum atau temple di hari berikutnya sudah ada jawdal kesana dan saran panitia memang untuk tidak bepergian jauh sehingga tenaga kami tidak banyak terkuras. Hari ketiga, Senin 7 February 2011  saya meluncur menuju Bangkok University guna menjalani hari pertama  yaitu mengikuti program perkenalan dan persahabatan, dasar-dasar kebudayaan dan sejarah tentang Thailand, perkenalan bahasa Thailand, kemudian makan siang bersama dengan Liaison Officer beserta rektor Bangkok University. Sungguh menyenangkan karena pemandu kami yaitu Gift dan Ging sungguh sangat ramah dan murah senyum. Mereka banyak membantu kami bagaimana cara berkomunikasi dengan warga asli Thailand dan tentu saja memberikan beberapa tips yang berguna saat kami menawar barang belanjaan, lumayan untuk mendapatkan harga semua barang dengan potongan hingga 50%, kecuali makanan tentunya. Sama dengan di Indonesia, untuk membeli suatu barang atau jasa transportasi, kita bisa menawarnya, namun untuk makanan tentu tidak sopan jika kita menawarnya. Hari berikutnya yaitu Selasa 8 February 2011 kami mengikuti “Seminar on Sustainable Tourism” yang diberikan oleh Mr. Siwasak yang juga sering memberikan seminar ini di Malaysia. Selain itu, kami juga mengkuti program Bahasa Thailand dan kelas kebudayaan. Malam harinya saya menggunakan waktu saya untuk melihat keindahan kota. Kemudian pagi hari Rabu, 9 Februari 2011 saya masih mengikuti pelajaran bahasa dan budaya Thailand di Bangkok University. Hal yang membuat saya sedikit jengkel di hari itu adalah saat malam hari saya berbelanja di MBK, saya tidak mendapatkan taksi untuk pulang ke penginapan karena saya mengalami rush hours, sehingga saya memutuskan untuk menggunakan Tuk-Tuk, yaitu sejenis bajaj seperti yang ada di Jakarta namun ukurannya lebih besar dan amat lincah! Transportasi ini termasuk jenis transprtasi tradisional Thailand yang tentu saja perlu Anda coba jika Anda mendapatkan kesempatan ke Thailand. Namun saya juga merasa bersalah karena saya menawar jasa Tuk-Tuk dengan 100 baht untuk 4 orang. Saya merasa bersalah karena supir Tuk-Tuk itu tetap teguh memberikan harga 120 baht. Karena saya yang ngeyel dan supirnya pun ngeyel, tawar-menawar kami cukup lama hingga kami dikagetkan oleh peluit polisi yang berbunyi memekakkan telinga. Bagaimana tidak memekakkan, polisi tersebut meniupnya tepat di belakang telinga saya hendak memberikan sanksi pada supir Tuk-Tuk di depan saya karena berhenti pada tempat yang seharusnya tidak boleh berhenti hingga menimbulkan cukup kemacetan di belakangnya. Dengan gesit polisi itu berlari menuju Tuk-Tuk dan menarik kunci Tuk-Tuk tersebut. Seperti yang saya katakana sebelumnya karena Tuk-Tuk bisa berjalan lincah dan gesit, tentu saja Tuk-Tuk tersebut selamat dan berhasil kabur. Subhanallah, sesungguhnya saya dan teman-teman saya disitu sudah khawatir bahwa kami juga akan mendapat teguran dari polisi, namun karena kami terlihat sebagai orang asing, polisi tersebut tidak jadi berkata apapun, kami pun kabur. J
                        Kamis, 10 Februari 2011, kami delegasi dari Indonesia mempersembahkan tarian asal Indonesia, antara lain Gebyar-gebyar dan Saman. Waktu yang diberikan kepada kami untuk pertunjukkan hanya satu jam saja sehingga hanya beberapa peserta dai Indonesia saja yang unjuk gigi. Kemudian sebagai penutup hari terakhir di Bangkok University, sore hari kami menari bersama mahasiswa Bangkok University di Gymnasium. Pengalaman ini sungguh unik karena kami dapat saling tukar budaya dan belajar bersama. Berikutnya hari Jum’at 11 Februari 2011 adalah hari yang melelahkan karena kami harus sudah siap jam 8 pagi waktu setempat untuk pergi city tour bersama Liaison Officer Bangkok University. Tempat wisata yang kami kunjungi hari itu adalah Grand Palace, tempat ini adalah sebuah istana yang di dalamnya dihuni oleh raja beserta keluarganya. Tempat ini sungguh mengangumkan karena bangunannya yang sungguh klasik, apalagi malam hari saat istana ini disinari cahaya lampu, tempat ini terlihat seperti emas yang berkilau. Kemudian kami mengunjungi beberapa patung Buddha seperti Wat Pho atau Reclining Buddha. Tempat ini adalah sebuah tempat ibadah umat Buddha yang terdapat sebuah oatung Buddha yang sangat besar hingga mereka menyebutnya raksasa. Ada hal yang unik disana, yaitu kita bisa mendonasikan uang kita untuk proses renovasi wihara dengan cara member koin uang Thailand kuno dan memasukkannya satu per satu dari pundi tanah liat ujung kiri hingga pintu keluar. Banyak wisatawan asing yang mencobanya dan mengabadikan moment itu dengan kamera yang mereka bawa. Tak hanya bangunannya yang menawan, namun juga tembok bangunan itu bukan tembok biasa, namun tembok bergambar yang mencerikan mengenai Ramayana. Jika melihat detail-nya, sungguh saya sangat kagum dengan pembuatnya dan tentu saja sangat kreatif hingga terlihat manis. Saya akui orang Indonesia kalah dengan orang Thailand dalam hal mengemas apa yang mereka miliki. Jika Thailand memiliki sungai yang indah, Indonesia pun punya. Namun yang tidak dimiliki oleh Indonesia adalah kemasannya atau bungkusnya. Maksud saya adalah mereka mampu membungkus atau mengemas apa yang mereka miliki dengan manis sehingga banyak wisatawan yang tertarik untuk dating melihat. Ini menjadikan saya inspirasi agar mampu mengubah hidup saya menjadi lebih menarik dimulai dari hal yang sederhana seperti yang ditunjukkan pada tembok di Wat Pho. J
                        Tanggal 11 Februari 2011 hingga tanggal 13 Februari 2011 saya banyak mengabiskan waktu saya untuk menjelajahi Bangkok. Seperti mencoba Chao Praya, menuju Wat Arun, dan mencoba pakaian tradisioanal Thailand. Selain itu saya berbelanja oleh-oleh di dekat KBRI karena harganya yang murah. Malam terakhir program AYFN kami habiskan di atap tempat penginapan kami. Indahnya melihat Bangkok dari atas saat malam hari. J
                        14 Februari 2011 sangat saya nantikan kedatangannya, bukan karena Valentine’s Day namun karena hari inilah saya kembali ke tanah air yang sudah cukup saya rindukan. Pukul 20.15 waktu setempat saya take off dari Shuvarnabhumi Airport Thailand menuju Soekarno-Hatta International Airport Indonesia. Namun saya harus sedikit bersabar karena penerbangan saya selanjutnya yaitu dari Jakarta menuju Jogjakarta akan diberangkatkan tanggal 15 Februari 2011 pukul 06.00 pagi. Sungguh melelahkan memang, namun tidak terasa melelahkan karena akhirnya kembali lagi ke Jogja dengan kondisi yang Alhamdulilah sehat.

                        Pengalaman saya ini adalah pengalaman pertama saya ke sebuah tempat dimana tidak ada sanak keluarga dan dengan berbagai macam hal baru yang berbeda seperti yang saya ketahui sebelumnya. Menyenangkan dan cukup menantang! Banyak hal kecil yang menjadi perhatian saya di sana hingga menginspirasi saya untuk tetap melangkah maju dan semoga kelak pengalaman saya ini dapat berlanjut serta teman-teman juga dapat mendapatkan kesempatan tersebut. Tentu ini amat menyenangkan karena saya pernah merasakan bukan saja Dukuhwaluh yang menjadi tempat tinggal saya, tak lagi Purwokerto yang menjadi asal saya, dan bukan pula Jawa Tengah yang menjadi kampung halaman saya, namun saya pernah merasakan bahwa Indonesia-lah yang menjadi rumah saya. We’ll never know how good it is until we try it. Don’t close your door so you could open one that leads you to the perfect road and other side of this world, do it well and kinda best thing will come to you J

No comments:

Post a Comment