Translate

Saturday, August 6, 2016

bahasa isyarat bisa menjadi amal jariyah

bersama fani di pernikahan mbak vero 2014
Kisahku kali ini tentang sahabatku yang bernama Fani. dia seorang Tuli yang rajin dan pekerja keras. semasa hidupnya, aku mengenalnya sebagai pribadi yang gemar bekerja, tidak banyak mengeluh, dan tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. meskipun aku hanya mengenalnya selama 2 tahun. dia lah guru pertamaku yang mengajarkanku bahasa isyarat. saat pertama kali bertemu dengan Fani, aku tidak menyangka bahwa dia seorang Tuli, orang yang tidak bisa mendengar. kesan pertamaku melihatnya adalah dia orang yang rajin. meskipun saat itu tidak ada senyum yang dia tujukan untukku. aku tidak tersinggung dengan ketidakramahannya padaku saat pertama kali kami bertemu. wajar, karena aku datang tiba-tiba tanpa tujuan pasti dan aku sendiri orang dengar di tengah komunitas Tuli, Deaf Art Community (DAC), yang sedang belajar bahasa isyarat bersama Fani.

hari pertama aku belajar bahasa isyarat saat itu, aku satu-satu orang dengar di tengah-tengah teman Tuli muda yang belajar bahasa isyarat bersama Fani. aku sempat berpikir, loh murid dan gurunya kok sama-sama Tuli? ternyata setelah banyak berteman dengan mereka, hal tersebut wajar adanya. karna tidak semua Tuli menggunakan bahasa isyarat. sayangnya lagi, bahasa isyarat tidak sepenuhnya mereka terima dari guru mereka, baik di sekolah umum maupun di SLB.

Dulu Fani mengajarkan bahasa isyarat per kata. artinya, setiap kata diterjemahkan ke bahasa isyarat. namun tidak semua kata ada bahasa isyaratnya. dan menggunakan imbuhan dan akhiran seperti me-,di-,-kan, dll. karena yang kami pelajari disini adalah bahasa isyarat indonesia (BISINDO). bukan berarti bahasa isyarat adalah bahasa yang tidak lengkap. bahasa isyarat pun merupakan sebuah bahasa, LENGKAP. hanya saja cara yang penggunaannya yang berbeda dengan bahasa lisan. namun pesan apa saja bisa disampaikan menggunakan bahasa isyarat.

Kata pertama yang aku coba praktekkan saat itu adalah Turki. sebenarnya sebelum kata Turki, ada beberapa kata yang Fani ajarkan di kelas. namun aku tidak berani menggerakkan tanganku mengikuti isyarat mereka. selain malu, aku tidak terbiasa berbicara menggunakan tangan. namun saat mengisayaratkan kata Turki, spontan aku mencobanya. karena kata isyarat Turki yang Fani ajarkan ada 2 macam dan saat itu murid kelas bahasa isyarat yang bernama Hafidh berdiri untuk mengulangnya. selain itu, kebetulan aku sedang mengerjakan skripsi mengenai keanggotaan Turki di dalam Uni Eropa. Aku suka Turki. Dan itulah kata pertamaku dalam bahasa isyarat.

Aku sedikit malu saat Fani melirik kepadaku. ini pertama kalinya kami kontak mata, karena sedari tadi Fani tidak menghiraukan keberadaanku. Dia mengangguk dan mengulangi isyaratnya hingga aku bisa mencontohkan gerakan yang sama dengan gerakan tangannya. inilah pertama kalinya kami berkomunikasi. ternyata dai tidak sepenuhnya cuek. setelah kelas selesai, Mbak Dinna sebagai relawan di DAC mengenalkanku pada teman-teman Tuli. mereka menyebutkan nama mereka menggunakan bahasa isyarat. Mbak Dinna lah yang membantuku berkomunikasi dengan mereka. Aku sama sekali tidak bisa dan grogi. Sampai akhirnya Fani berdiskusi dengan teman-teman Tuli dan mereka memberiku nama isyarat yang aku gunakan sampai sekarang. Terima kasih Fani dan teman-teman, aku punya nama isyarat :)

momen saat itu 90 % seperti ini, aku sangat mengingatnya

Hingga beberapa kali pentas dan kegiatan DAC aku ikuti dan Oktober 2013 adalah pertama kali aku bertugas sebagai juru bahasa isyarat atau penerjemah bahasa isyarat di suatu forum atau seminar di Jogja. singkat cerita, saat itu SIGAB sebagai penyelenggara acara memiliki peserta Tuli namun tidak ada juru bahasa yang bisa bertugas dan akhirnya aku yang diajak untuk membantunya. saat itu hari pertama aku bekerja di sebuah perusahaan saham di jalan magelang, tapi beruntungnya aku mendapat ijin meskipun tidak sehari penuh. dari pengalaman itu, pikiranku menjadi terbuka. mungkin inilah yang membuat Tuli banyak tertinggal. tidak banyak informasi dan ilmu yang mereka dapatkan karena tidak banyak yang dapat mereka akses menggunakan bahasa ibu mereka, yakni bahasa isyarat.

aku terus belajar karena teman-teman Tuli terus menyemangatiku dan sangat terbuka mengajari siapapun yang ingin belajar bahasa isyarat. setiap Tuli pengguna bahasa isyarat yang aku temui selama ini, mereka selalu terbuka untuk mengajarkan bahasa isyarat. itulah kekuatan luar biasa yang aku rasakan. bayangkan saja, jika ada orang luar negeri yang tidak bisa bahasa indonesia dan ingin berkomunikasi dengan kita, kita pasti akan dengan senang hati mengajarkan bahasa indonesia ke mereka, kan? terlebih saat orang tersebut mau terbuka mempelajari bahasa kita. Ya demikian juga dengan teman-teman Tuli. mereka akan sangat senang jika ada orang dengar yang mau belajar bahasa isyarat, karena dengan itulah artinya bahasa mereka dihargai dan diakui keberadaannya.

Selama aku mengenal Fani, memang dialah yang memiliki porsi paling banyak mengajarkanku bahasa isyarat hingga dia tutup usia. aku yakin, tidak hanya aku saja yang mendapatkan ilmu yang dia bagikan secara cuma-cuma. aku yakin banyak orang yang menerima kebaikan hatinya membagikan ilmu dengan tulus. bahkan suatu malam, kami pernah janjian untuk berlatih bersama sebelum Fani presentasi di Dinas Sosial DIY keesokan harinya. namun saat itu aku datang terlambat karena aku flu berat dan butuh tidur. saat kami bertemu dan berlatih, ternyata Fani juga sedang sakit. namun aku kalah telak jika dibandingkan dia. Fani tetap datang tepat waktu dan tetap bekerja paruh waktu di Madre Angkringan Tuli meskipun dia juga sedang flu. Rasanya MALU BANGET!

kegirangan tengah malam akhrinya sampai di hotel mewah

Sekitar 1 minggu sebelum Fani meninggal, aku berkesempatan mendampinginya ke Jakarta selama 3 hari karena dia akan mempresentasikan mengenai pengurangan risiko bencana yang inklusif. aku sangat tidak percaya diri namun Fani terus menyemangatiku hingga kami terus berlatih, juga ditemani oleh Mbak Esti, juru bahasa yang lebih banyak mendampingi Fani. Hingga malam sebelum presentasi pun, Fani mengajakku berlatih. Jam 11 malam, kami baru mendarat di Jakarta dan tiba di hotel jam 12 malam lebih. Pun Fani masih mengajakku untuk berlatih. Jujur saja, aku sangat kelelahan dan sempat tertidur saat Fani terus menggerakkan tangannya. Maafkan aku Fani. Namun aku sempat mengambil momen berharga itu, karena aku ingin dunia tahu bahwa semangatmu luar biasa. momen yang aku abadikan ini pun menjadi pengingatku akan semangatmu dan aku akui kekalahanku.

fani masih aja semangat latihan

Fani sudah mengantarkan aku masuk ke dunia Tuli. mengenal budaya dan bahasanya. tidak sedikit ilmu yang dia tularkan kepada teman-temannya. tidak hanya ilmu, namun semangatnya juga menjadi motivasi khususnya untukku agar terus maju. bahkan di hari meninggalnya, Fani masih menunjukkan bukti kesemangatannya. minggu pagi, kami bertemu di tugu jogja untuk mengikuti jogja color fun run. fani sudah datang lebih awal ketimbang aku yang sulit bangun pagi ini. setelah jogja color fun run, dia masih sempat datang ke SST (Sekolah Semangat Tuli) untuk mengajarkan bahasa indonesia kepada teman-teman Tuli. aku sangat mengantuk saat itu jadi aku tidak datang, ada rasa menyesal karna aku lebih mementingkan diriku. aku dengar, fani mulai lelah sehingga dia memutuskan untuk istirahat di rumah, tidak ikut menemani Ahmad bermain futsal siang itu.

alih-alih mau istirahat, ternyata kucing peliharaan fani melahirkan. fani yang sedang sendirian di rumah, mengurus kucing peliharaannya itu. mulai dari menyediakan handuk untuk melahirkan, hingga memandikan bayi-bayi kucing yang masih berlendir dan berlumur darah. setelah itu fani mandi membersihkan diri dan tidur satu kamar dengan kucing-kucing itu. padahl menurut ahmad (pacar fani), kondisi fani saat itu asmanya sudah kambuh. apalagi, fani belum sarapan. ahmad menyuruhnya pindah ke kamar yang lain, namun fani tidak mau. katanya dia senang melihat kucingnya yang lucu-lucu.

setelah ahmad membelikan makan, ternyata fani tidak bisa menelannya karena nafasnya sudah terengah-engah. hanya dapat meminum beberapa teguk air saja. sayangnya persediaan tabung oksigen di rumah fani juga sudah habis. asma fani semakin menjadi-jadi. ahmad sempat menghubungi ibu fani untuk segera pulang. namun saat ahmad pergi, ibu fani datang ke rumah dan mendapati fani sedang asik main hape sembari menonton tv. mereka tidak saling berkomunikasi dan ibunya berpikir fani baik-baik saja sehingga ibunya pergi lagi untuk kepentingan yang lain.

saat ahmad kembali ke rumah, ahmad kecewa karena fani tidak memberitahu ibunya. hingga fani mulai kejang, ahmad berlari ke rumah tetangga untuk mencari bantuan. sayangnya, fani sudah tidak sadarkan diri saat tabung oksigen sudah coba diberikan dan ibunya sudah kembali pulang karena dihubungi oleh tetangganya. malam itu juga, sekitar pukul 8 malam, fani diantar ke rumah sakit panti rapih oleh ahmad dan ibunya. di tengah perjalanan, fani dipeluk oleh ahmad dalam keadaan tidak sadarkan diri.

ahmad bilang, saat ibunya melaporkan ke pihak rumah sakit di bagian IGD, petugas terlihat lamban mengurus adminastrasi dan tidak sigap mengantar fani. setelah dipasang alat bantu pernafasan dan cek detak jantung, aku tidak tau apa nama alat-alat tersebut, ternyata fani tak kunjung membuka matanya. ahmad melihat monitor detak jantung masih naik turun hingga tiba-tiba tidak ada hitungan menit, alat tersebut hanya menunjukkan garis datar yang artinya detak jantung fani berhenti.

fani dinyatakan meninggal.

sakit sekali hati kami saat mendengar berita mendadak di malam yang sepi kala itu. tidak seperti biasanya, kami saat itu sedang berkumpul di Madre dan kami tidak langsung menuju rumah sakit karena kami masih tidak percaya dan mengira berita dari ahmad tersebut hanya bercanda saja. hingga ahmad mengirimkan foto fani yang sudah tidak sadarkan diri, tangis kami pun pecah. tanpa aku bisa kontrol, aku pun berteriak dalam tangis dan hati ini rasanya sakit sekali. bahkan saat aku menuliskan cerita ini, hatiku masih terasa sakit.

fani yang ringan tangan sudah pergi untuk selama-lamanya. hari kepergiannya, aku memimpikannya saat aku tidur siang. semalam, aku memang bercertia pada Arief, teman fani yang juga Tuli, mengenai semangat kerja fani. dalam mimpiku itu, Arief mendatangiku dan menegurku sembari berkata dengan bahasa isyarat, "Kamu ini tidur terus, gak malu yah sama fani? lihat tuh fani kerja keras dan gak banyak tidur kaya kamu!"

setelah itu ada sosok fani yang melintas di mimpiku sambil tersenyum melihat kemalasanku. aku pun terbangun, ternyata sudah lebih dari 2 jam aku tertidur. aku pergi mandi dan mengambil air wudhu. setelah sholat, aku pergi ke Madre dan tidak melihat ahmad dan fani yang seharusnya bertugas hari ini. hingga kabar duka itu aku terima melalui grup whatsapp.

kini, fani sudah tidak bersama kami di dunia. insyallah kami akan bertemu lagi kelak di akhirat. semoga Allah mengampuni segala dosamu dan menerima semua amalanmu hingga memberikanmu tempat terindah di sisi-Nya. ilmu yang kau berikan insyallah akan menjadi amal dan pahalamu yang akan terus dihitung meskipun engkau sudah tidak hidup di dunia. Allah Maha Pengampun, selebihnya kami di dunia ini hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu dan melanjutkan perjuanganmu yang luar biasa.

setelah hampir 2 tahun kepergianmu, aku mendapati ahmad rutin berkunjung ke makammu. sekedar untuk membersihkan makammu, menabur bunga, dan berdoa. sore itu, ahmad menjemputku setelah aku bertugas menjadi peraga bahasa isyarat di JogjaTV. setelah ahmad menjemputku, dia mengajakku mengunjungi makammu dan menabur bunga di atas pusaranmu. ahmad bilang, dia rutin datang mengunjungimu karena dia tidak ingin fani marah dan kecewa. ahmad ingin membuktikan bahwa dia masih sayang dan masih mengingatmu. juga masih mengingat kenangan dan harapan yang dibangunnya bersamamu.

aku bertanya ke ahmad, "Kalau kamu berdoa, apa yang kamu katakan?"

"Aku tidak tahu apakah kalimat doaku benar atau salah. Tapi aku tetap berdoa agar Tuhan menjaganya dan Tuhan memberikan tempat yang indah disana. Aku ingin fani tetap bahagia di sana", ujar ahmad dengan bahasa isyarat. Aku hanya bisa membalasnya dengan ucapan amien dan memberikannya saran untuk berdoa juga di mana saja, tidak harus datang ke makam. 
ahmad yang sedang berdoa untuk fani

Aku memang jarang datang ke makam, karena orang tuaku berpesan, yang lebih penting adalah doa. tidak harus datang ke makam karena ditakutkan akan berbuat sirik seperti minta didoakan oleh orang yang sudah meninggal. namun, sudah 3 kali aku datang ke makammu, tujuanku hanya ingin lebih mengingatmu dan mengingatkanku bahwa setiap orang akan mati. makammu mengingatkan aku untuk berbuat baik dan membagikan ilmu, karena ilmu baik yang kita bagikan kepada orang lain tidak akan berkurang, namun akan menjadi amal jariyah kita yang akan terus dihitung pahalanya meskipun kita telah meninggal dunia.

terima kasih fani. disinilah aku menemukan passionku, bahasa isyarat. dan fani mengantarkanku masuk ke dalamnya. dialah pembuka pintu dunia Tuli yang hingga kini aku terus jelajahi.
berkunjung ke makam fani setelah bertugas sebagai juru bahasa isyarat di JogaTV

No comments:

Post a Comment