Translate

Monday, March 16, 2015

Difabel Tuli Yogyakarta Menolak Diberikan SIM D

Sebanyak lima orang difabel tuli mendapatkan SIM C pada Kamis (12/3) di Polres Bantul Yogyakarta. Setelah menjalani ujian praktik pada Selasa (3/3), mereka mengikuti tes teori pada Kamis (12/3).
Ditemui Solider pada Kamis (12/3) saat pembagian SIM C kepada difabel tuli, Yusdiar selaku perwakilan Polres Bantul Yogyakarta menyarankan kepada seluruh difabel tuli agar menggunakan alat bantu dengar saat mengendari motor. “Bisa dengar nggak kalau pake alat bantu dengar? Dipakai ya kalo naik motor biar tahu kalo di belakang ada kendaraan lain”, jelas Yusdiar.
Ketika ditanya terkait saran yang diberikan kepada difabel tuli, Yusdiar mengatakan bahwa pihaknya mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh dokter. “Kita (polisi) kan menerima surat rekomendasi dari dokter kalau tuna rungu harus pakai alat bantu dengar. Ya kita cuma mengikuti saran dokter saja. Nanti kalau terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecalakaan, pasti kita (polisi) juga yang disalahkan kalau tidak mengikuti saran dokter. Lebih baik dipaksakan saja pakai alat bantu dengar, kan lama-lama juga terbiasa”, terang Yusdiar.
Sedangkan difabel tuli bercerita dalam bahasa isyarat bahwa penggunaan alat bantu dengar saat berkendara membuatnya tidak fokus dan terganggu. Bagi mereka alat bantu saat berkendara bisa berupa lampu, kaca spion, dan getaran dari helmnya. Sehingga untuk mempermudah pembuatan SIM C, mereka hanya mengiyakan saja indahan dokter dan polisi.
Laksmayshita Khanza yang difabel tuli bercerita dalam bahasa isyarat bahwa dia tidak dapat membuat SIM C di Polres Kota Yogyakarta pada Rabu (11/3) karena pihak kepolisian berdalih sudah mengikuti prosedur yang ditetapkan bahwa seluruh jenis disabilitas masuk ke dalam pengguna SIM D meskipun motor yang dikendarainya roda dua
Bawa Alat Bantu untuk Permudah Proses.
Pada proses pendaftaran tersebut, sebanyak enam orang difabel tuli yang mendaftar tidak mendapatkan SIM C. Dua difabel tuli membawa alat bantu dengar dari rumah dengan tujuan mempermudah proses pembuatan SIM C. Mereka berdua lolos tes teori dan praktik karena menggunakan alat bantu dengar. Namun, ternyata pihak kepolisian memberikan SIM D sehingga mereka berdua menolak.
Sedangkan empat difabel tuli yang tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak dapat mengikuti tes teori dan praktik. Dalam keseharian, mereka tidak menggunakan alat bantu dengar. Mereka nyaman berbahasa isyarat. Mereka datang ke Polres Kota Yogyakarta karena mengetahui pengalaman teman tuli lainnya yang bisa mendapatkan SIM C tanpa alat bantu dengar pada tahun 2009.
Keenam difabel tuli tersebut menolak diberikan SIM D karena sepeda motor yang mereka gunakan roda dua, bukan roda tiga seperti difabel daksa. Mereka memilih untuk membatalkan pembuatan SIM C dan menunggu pendaftaran baru dengan kawan tuli yang lebih banyak dan mengajak kawan tuli yang tidak memakai alat bantu dengar namun memiliki SIM C. Harapannya pihak kepolisian akan bisa lebih kooperatif seperti kepolisian di Polres Bantul Yogyakarta yang mengizinkan difabel tuli mengakses SIM C.
Muhammad Diki Prasetyo salah satu difabel tuli yang menolak SIM D mengungkapkan jika terjadi operasi atau razia sepeda motor di jalan, dia dan kawan-kawan tuli akan menunjukkan kartu anggota Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) agar pihak kepolisian mengetahui bahwa Diki merupakan difabel tuli dan tidak dikenakan denda karena tidak memiliki SIM. (Ramadhany Rahmi)

No comments:

Post a Comment