Translate

Thursday, May 7, 2015

Tentang Tuli dan Kebutuhan Berbahasa Isyarat



Bahasa merupakan keterampilan dasar manusia yang diperlukan untuk melakukan banyak kegiatan seperti berkomunikasi, berpikir, bekerja sama, dan lain sebagainya. Melalui bahasa, orang menjadi anggota masyarakat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Sama halnya dengan difabel tuli yang memerlukan bahasa isyarat  untuk melakukan banyak kegiatan kegiatan baik perorangan maupun berkelompok. Contoh kelompok tuli diantaranya ada Deaf Art Community (DAC), Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) , dan Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI).
Penelitian bahasa isyarat di Indonesia masih sangat sedikit sehingga masih banyak kesalahpahaman mengenai bahasa isyarat. Contohnya, beberapa orang mempertanyakan keberadaan bahasa isyarat sebagai bahasa yang alami. Banyak orang berpikir bahwa bahasa isyarat tidak memadai dan bahasa isyarat tidak dapat menjadi bahasa pengantar dalam mendidik anak-anak Tuli *. Banyak orang masih belum mengerti tentang perkembangan bahasa isyarat anak-anak Tuli. Selain itu, banyak orang belum mengetahui bahwa di Indonesia terdapat lebih dari satu bahasa isyarat. Hingga saat ini, empat bahasa isyarat yang berbeda telah diidentifikasi di Indonesia, dan kemungkinan terdapat lebih banyak lagi bahasa isyarat lainnya. Di Bali terdapat Kata Kolok, ‘bahasa Kolok’, yang digunakan oleh orang-orang di Desa Kolok (Desa Tuli) di Desa Bengkala, Buleleng, Bali (Marsaja, 2003 dan 2008). Terdapat juga bahasa isyarat Jambi yang digunakan secara intensif oleh murid-murid Tuli di sekolah Tuli di Jambi, Sumatra (Saharudin, 2007).
Bahasa isyarat yang digunakan di Jakarta dan Yogyakarta juga berbeda sebab kognat kosakata dasar keduanya di bawah 80%. Ini menunjukkan bahwa lokasi geografis yang berbeda di Indonesia memilki bahasa isyarat yang berbeda. Situasi ini juga terjadi di beberapa negara di Asia Tenggara. Sebagai contoh, terdapat tiga bahasa isyarat yang berbeda di Viet Nam : bahasa isyarat hanoi, bahasa isyarat Hai Phong, dan bahasa isyarat Ho Chi Minh City (Woodward, 2000).
Bahasa isyarat tidak sama dengan gestur dan pantomim. Bahasa merupakan sebuah bahasa yang disampaikan secara visual, tidak secara auditoris, untuk berkomunikasi. Dalam lingustik atau ilmu bahasa, bahasa isyarat diakui sebagai bahasa yang lengkap. Namun, bahasa isyarat masih memiliki kendala dalam hal pengakuan oleh khalayak ramai di beberapa tempat atau negara. Karena merupakan bahasa alami, bahasa isyarat memiliki tata bahasa sendiri seperti bahasa lisan lain, misalnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan sebagainya. Bahasa isyarat juga memiliki fitur unik yang tidak dimiliki bahasa lisan. Sebagai contoh, dalam bahasa isyarat Yogyakarta, angka diletakkan setelah nomina (kata benda) (seperti pada PENSIL DUA, ‘dua pensil’), sedangkan dalam bahasa Indonesia tertulis/lisan, angka diletakkan sebelum nomina (kata benda).
Isyarat dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu  bahasa isyarat alami dan sistem isyarat buatan. Bahasa isyarat alami berkembang secara alamiah dalam komunitas Tuli. Bahasa tersebut memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat denagr di negara yang sama. Contoh bahasa isyarat alami adalah bahasa isyarat Amerika (American Sign Language atau ASL), bahasa isyarat Inggris (British Sign Language atau BSL), bahasa isyarat Jakarta, bahasa isyarat Yogyakarta, dan Kata Kolok. Sistem isyarat buatan bukan merupakan bahasa, melainkan sebuah cara untuk merepresentasikan tata bahasa lisan dengan menggunakan isyarat-isyarat. Contoh sistem isyarat buatan adalah Signing Exact English (SEE), Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI), dan Bahasa Malaysia Kod Tangan. Perlu dicatat bahwa orang-orang yang mengembangkan sistem isyarat buatan kerap tidak mempercayai bahwa bahasa isyarat alami memadai untuk tujuan pendidikan.
Hingga saat ini sudah ada ribuan referensi buku dan jurnal tentang bahasa isyarat di dunia. Di Indonesia ada Kata Kolok (Marsaja, 2008), Kamus Pendamping dan Buku Pedoman Siswa Bahasa Isyarat Yogyakarta, dan Kamus Pendamping dan Buku Pedoman Siswa Bahasa Isyarat Jakarta. Sedangkan setiap negara memiliki bahasa isyarat sendiri seperti Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), American Sign Language (ASL) , Hong Kong Sign language (HKSL), Taiwan Sign Language (TSL), British Sign Language (BSL) , French Sign Language (FSL), Australian Sign Language (AUSLAN). Saat ini tercatat ada 137 bahasa isyarat yang sudah teridentifikasi oleh ethnologue.com. (Ramadhany Rahmi)

*Huruf T kapital pada kata Tuli digunakan untuk menunjukkan identitas orang-orang tuli sebagai sebuah kelompok masyarakat yang mempunyai identitas, bahasa, dan budayanya tersendiri.
Referensi :
1. Presentasi pada Seminar “Mengenal Budaya Tuli dan Bahasa Isyarat”. Yogyakarta, 29 Maret 2015 oleh Adhi Kusumo Bharoto, peneliti di Laboratorium Riset Bahasa Isyarat.
2. Kamus Bahasa Isyarat Yogyakarta Edisi Pertama Indonesia oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

1 comment:

  1. Ka mada, ini dinda yang tempo hari ke SST yang kaka pesanin grab :P aku mau referensi nya dong ka. bahan seminarnya apakah masih ada? makasih kak

    ReplyDelete