Obrolan rakyat bersama Sri Sultan Hamengkubuwono X yang diadakan
Sabtu, 31 Januari 2015 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta belum mengangkat
isi difabel. Sarasehan bertemakan Undang-undang Desa dalam Kerangka
Keistimewaan Yogyakarta ini dihadiri Sri Sultan Hamengkubuwono X dan
Budiman Sudjatmiko (DPR RI - Ketua Pansus UU Desa) sebagai narasumber,
Ari Sudjito (Sosiolog UGM) sebagai moderator, Karang Taruna Daerah
Istimewa Yogyakarta, Karang Taruna Balikpapan, dan lebih dari 100 tamu
undangan lainnya.
Tidak banyak masyarakat difabel yang turut serta dalam sarasehan ini.
Hanya ada satu undangan yang dihadiri oleh difabel tuli dengan
didampingi oleh seorang penjuru bahasa isyarat. Dalam proses penyampaian
materi, kedua narasumber tidak memasukkan isu difabel. Bahkan kata
difabel pun tidak terucap dari tutur mereka.
Pada sesi diskusi, Arief Wicaksono seorang difabel tuli bertanya
menggunakan bahasa isyarat, "Ada dua pertanyaan, yang pertama bagaimana
pendataan yang ada di desa diterima oleh negara? Kedua, bagaimana
implementasi UU desa untuk masyarakat difabel? Mohon ada perhatian
kepada masyarakat difabel dengan memberikan fasilitas dan akses agar
masyarakat difabel mampu hidup setara seperti masyarakat umum. Contohnya
terkait pendidikan, pelatihan, kesehatan, dan hukum."
Sri Sultan Hamengkubuwono X merespon bahwa DIY sudah mengesahkan
Perda Difabel yang artinya sudah mewajibkan semua kantor SKPD membangun
gedung yang akses untuk masyarakat difabel. Budiman Sudjatmiko mengaku
belum memiliki gambaran yang konkret terkait fasilitas dan akses untuk
difabel. Dia mengaku masih membayangkan jika perpustakaan di desa bisa
dilengkapi dengan tulisan braille agar akses terhadap masyarakat difabel
netra.
No comments:
Post a Comment