Translate

Tuesday, September 23, 2014

Kelas Bahasa Isyarat



Kelas Bahasa Isyarat yang diadakan oleh Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan untuk Tuli Indonesia) Jogja bekerja sama dengan Laboratorium Riset Bahasa Isyarat dan The Nippon Foundation sudah berjalan tiga kali pertemuan pada Senin, 22 September 2014. Kelas ini diselenggerakan di Sekolah Semangat Tuli (SST) yang beralamat di Jalan Langenarjan Lor no.16 A, Panembahan, Kraton, Yogyakarta. Kelas Bahasa Isyarat yang diajarkan oleh tuli asli Jogja yang bergabung dalam Deaf Art Community ini diadakan setiap hari Senin dan Kamis mulai pukul 16.00 -18.00 WIB dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama dimulai pukul 16.00 -17.00 dilanjutkan sesi dua pukul 17.00 -18.00.  Peserta yang datang ke dalam kelas ini mencapai 30 orang per sesi dengan beragam usia peserta dan latar belakang. Tidak hanya orang yang bisa mendengar saja yang ikut belajar bahasa isyarat, namun difabel tuli dan seorang difabel tuna daksa pun dengan khusuk mengikuti kelas ini.

Program kelas bahasa isyarat gratis ini sudah berjalan dari tahun 2011, namun kurikulum baru dimulai pada tanggal 15 September 2014 yang lalu. Ada 4 guru BISINDO (bahasa isyarat Indonesia) yang sudah mendapatkan pelatihan di Universitas Indonesia mengajar kelas bahasa isyarat, yakni Stephanie Kusuma Rahardja, Arief Wicaksono, Alim Hizbullah, dan Riski Purna Adi.

Materi awal kelas berisi alfabet bahasa isyarat, cara berkenalan, hari, dan warna. Setiap sesi pengajaran terdapat asisten pengajar yang membantu mengoreksi gerakan peserta kelas bahasa isyarat dan membantu pengajar saat sesi praktek. Sebelum memulai kelas bahasa isyarat, semua pengajar dan asisten pengajar mempersiapkan materi bersama dan juga melakukan simulasi mengajar satu hari sebelum kelas dimulai agar proses mengajar di kelas bisa lebih efektif.

"Tujuannya biar masyarakat umum bisa mengenal bahasa isyarat dan budaya tuli. Kalau mereka pergi ke daerah lain trus ketemu tuli lain, mereka bisa berkomunikasi. Belajar bahasa isyarat manfaatnya bisa komunikasi lancar sama teman-teman tuli", jelas Stephanie sebagai salah satu pengajar di kelas bahasa isyarat yang sekaligus menjabat sebagai ketua Gerkatin Jogja.

"Aku seneng bisa belajar bahasa isyarat, gratis pula. Kalo materinya sama dan diulang lagi gak jadi masalah untuk aku, soalnya aku juga belum bisa lancar pake bahasa isyarat. Materi yan diulang jadi bisa mengingatkan lagi pelajaran dulu yang banyak kelupaan."

Terdapat sebuah komputer di kelas untuk memfasilitasi peserta jika ingin membuka aplikasi kamus bahasa isyarat. Kamus bahasa isyarat tersebut berisikan video singkat gerakan dalam kata isyarat yang diperagakan oleh 4 orang dari daerah yang berbeda, yakni Jogja, Jakarta, Solo, dan Bandung. 

Setelah kelas bahasa isyarat usai, beberapa peserta tidak lantas pulang meninggalkan SST. Lima hingga sepuluh orang masih ingin belajar bahasa isyarat dan langsung berkomunikasi dengan tuli untuk memperlancar gerakan tangan mereka saat menggunakan bahasa isyarat. Mereka menyakini bahwa cara yang paling efektif untuk belajar bahasa isyarat adalah dengan berkomunikasi langsung dan mempraktekkannya.

Teman-teman tuli di SST berharap semakin banyak masyarakat umum yang mau datang belajar bahasa isyarat. Selain identitas tuli dengan bahasa isyaratnya lebih diterima masyarakat, mereka senang mendapatkan teman mendengar baru yang bisa mereka ajak untuk bertukar informasi.

No comments:

Post a Comment