Translate

Sunday, October 5, 2014

Deaf Art Community memperkenalkan budaya tuli kepada anak usia dini

Jum'at, 30 September 2014 Deaf Art Community (DAC) menggelar pentas rutin dengan tema Deaf Art Community Goes To School di ECCD-RC, Pusat Informasi dan Pelayanan Anak Usia Dini, Jalan DI. Panjaitan no. 70 Yogyakarta. Acara yang dimulai sejak pukul 09.00 hingga pukul 11.00 ini juga dihadiri dimeriahkan oleh Beatboxing of Jogja dan Wadyo Bolo, rekan DAC yang selalu mengiri pada setiap pementasan.

Pentas Jumat siang ini merupakan rangkaian acara DAC Goes To School pada bulan September dan merupakan sekolah ketiga setelah sebelumnya DAC menggelar pentas di SD Salam Yogyakarta dan SD Fast Track Yogyakarta. Terdapat 6 personil DAC yang datang pada pentas kali ini, yakni Wahyu Handoyo, Riski Purna Adi, Arief Wicaksono, Muhammad Diki, Roby Ahmad, dan Stephanie Kusuma. Pentas DAC ini juga dibantu oleh 4 personil Beatboxing of Jogja, 2 personil Wadyo Bolo, dan 2 orang volunteer DAC.

Rangkaian acara pentas kali ini dimulai dari Pak Broto selaku pembina DAC menarik perhatian anak-anak ECCD-RC dengan suara helikopter yang keluar dari salah seorang personil Beatboxing of Jogja. Tak selang 5 menit, banyak anak-anak yang tertarik dan menduduki tempat duduk yang sudah disediakan panitia untuk menyaksikan pentas DAC. Terdapat lebih dari 30 anak usia dini didampingi oleh orang tua dan guru mereka memenuhi lokasi pementasan.

Panas terik matahari siang ini tidak menyurutkan semangat DAC untuk memperkenalkan diri dan menunjukkan kebolehan mereka dalam bermain jimbe, puisi isyarat dan hip hop dance. Ada seorang anak bernama Jeje yang ikut menari bersama DAC dan ikut memukul-mukul jimbe. Namun ulah Jeje yang hiperaktif itu tidak membuat personil DAC merasa terganggu. Mereka membiarkan Jeje memukul jimbe dan ikut bernari bersama mereka karena mereka juga pernah merasakan rasanya menjadi anak kecil yang membutuhkan perhatian yang berbeda.

Setelah menampilkan rangkaian pementasan, DAC mengajarkan alfabet isyarat kepada anak-anak dan mengajarkan isyarat sederhana seperti terima kasih, sama-sama, dan I Love You. Tujuannya agar anak-anak mendapatkan wawasan mengenai budaya tuli sejak dini. Sehingga diharapkan kelak saat mereka dewasa dan bertemu dengan orang tuli, mereka tidak menghindar untuk berkomunikasi dan membuka pikiran mereka untuk saling menghargai perbedaan.

Agar setiap anak bisa ikut bergembira bersama, DAC mengajak semua anak yang menyaksikan pentas ikut menari bersama setelah acara ditutup. Terdapat 25 anak ikut tertawa dan menari bersama DAC, namun juga ada yang menangis dan asik bermain sendiri di tempat yang berbeda.

Acara ditutup pada pukul 11.00. Orang tua murid ECCD-RC berdatangan menuju stand DAC yang menjual berbagai macam hasil karya DAC seperti gelas, pigura, dan laci. Setiap pengunjung yang datang ke stand DAC pun diberi selembar kertas berisikan kisah anak tuli DAC mengenai hubungan komunikasi diantara mereka dan orang tua mereka. Semua pengunjung yang datang juga membeli pin Difabel for Cancer yang menjadi program DAC untuk memberikan donasi dari seluruh hasil penjualan pin ke Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja.

No comments:

Post a Comment