Bahasa merupakan keterampilan dasar manusia yang
diperlukan untuk melakukan banyak kegiatan seperti berkomunikasi, berpikir,
bekerja sama, dan lain sebagainya. Melalui bahasa, orang menjadi anggota
masyarakat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Sama halnya dengan
difabel tuli yang memerlukan bahasa isyarat untuk melakukan banyak
kegiatan kegiatan baik perorangan maupun berkelompok. Contoh kelompok tuli
diantaranya ada Deaf Art
Community (DAC), Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) ,
dan Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI).
Penelitian bahasa isyarat di Indonesia masih
sangat sedikit sehingga masih banyak kesalahpahaman mengenai bahasa isyarat.
Contohnya, beberapa orang mempertanyakan keberadaan bahasa isyarat sebagai
bahasa yang alami. Banyak orang berpikir bahwa bahasa isyarat tidak memadai dan
bahasa isyarat tidak dapat menjadi bahasa pengantar dalam mendidik anak-anak
Tuli *. Banyak orang masih belum mengerti tentang perkembangan bahasa isyarat
anak-anak Tuli. Selain itu, banyak orang belum mengetahui bahwa di Indonesia
terdapat lebih dari satu bahasa isyarat. Hingga saat ini, empat bahasa isyarat
yang berbeda telah diidentifikasi di Indonesia, dan kemungkinan terdapat lebih
banyak lagi bahasa isyarat lainnya. Di Bali terdapat Kata Kolok, ‘bahasa
Kolok’, yang digunakan oleh orang-orang di Desa Kolok (Desa Tuli) di Desa
Bengkala, Buleleng, Bali (Marsaja, 2003 dan 2008). Terdapat juga bahasa isyarat
Jambi yang digunakan secara intensif oleh murid-murid Tuli di sekolah Tuli di
Jambi, Sumatra (Saharudin, 2007).
Bahasa isyarat yang digunakan di Jakarta dan
Yogyakarta juga berbeda sebab kognat kosakata dasar keduanya di bawah 80%. Ini
menunjukkan bahwa lokasi geografis yang berbeda di Indonesia memilki bahasa
isyarat yang berbeda. Situasi ini juga terjadi di beberapa negara di Asia
Tenggara. Sebagai contoh, terdapat tiga bahasa isyarat yang berbeda di Viet Nam : bahasa isyarat hanoi, bahasa isyarat Hai
Phong, dan bahasa isyarat Ho Chi Minh City (Woodward, 2000).
Bahasa isyarat tidak sama dengan gestur dan
pantomim. Bahasa merupakan sebuah bahasa yang disampaikan secara visual, tidak
secara auditoris, untuk berkomunikasi. Dalam lingustik atau ilmu bahasa, bahasa
isyarat diakui sebagai bahasa yang lengkap. Namun, bahasa isyarat masih memiliki
kendala dalam hal pengakuan oleh khalayak ramai di beberapa tempat atau negara.
Karena merupakan bahasa alami, bahasa isyarat memiliki tata bahasa sendiri
seperti bahasa lisan lain, misalnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan
sebagainya. Bahasa isyarat juga memiliki fitur unik yang tidak dimiliki bahasa
lisan. Sebagai contoh, dalam bahasa isyarat Yogyakarta, angka diletakkan
setelah nomina (kata benda) (seperti pada PENSIL DUA, ‘dua pensil’), sedangkan
dalam bahasa Indonesia tertulis/lisan, angka diletakkan sebelum nomina (kata
benda).
Isyarat dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
bahasa isyarat alami dan sistem isyarat buatan. Bahasa isyarat alami
berkembang secara alamiah dalam komunitas Tuli. Bahasa tersebut memiliki tata
bahasa yang berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat denagr di
negara yang sama. Contoh bahasa isyarat alami adalah bahasa isyarat Amerika (American Sign Language atau ASL), bahasa isyarat
Inggris (British Sign Language atau BSL),
bahasa isyarat Jakarta, bahasa isyarat Yogyakarta, dan Kata Kolok. Sistem
isyarat buatan bukan merupakan bahasa, melainkan sebuah cara untuk
merepresentasikan tata bahasa lisan dengan menggunakan isyarat-isyarat. Contoh
sistem isyarat buatan adalah Signing Exact English (SEE), Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI), dan Bahasa Malaysia
Kod Tangan. Perlu dicatat bahwa orang-orang yang mengembangkan sistem isyarat
buatan kerap tidak mempercayai bahwa bahasa isyarat alami memadai untuk tujuan
pendidikan.
Hingga saat ini sudah ada ribuan referensi buku
dan jurnal tentang bahasa isyarat di dunia. Di Indonesia ada Kata Kolok
(Marsaja, 2008), Kamus Pendamping dan Buku Pedoman Siswa Bahasa Isyarat
Yogyakarta, dan Kamus Pendamping dan Buku Pedoman Siswa Bahasa Isyarat Jakarta.
Sedangkan setiap negara memiliki bahasa isyarat sendiri seperti Bahasa Isyarat
Indonesia (BISINDO), American Sign Language
(ASL) , Hong Kong Sign
language (HKSL), Taiwan Sign Language (TSL), British Sign
Language (BSL) , French Sign Language (FSL), Australian Sign Language (AUSLAN). Saat ini
tercatat ada 137 bahasa isyarat yang sudah teridentifikasi oleh ethnologue.com.
(Ramadhany Rahmi)
*Huruf T kapital pada kata Tuli digunakan
untuk menunjukkan identitas orang-orang tuli sebagai sebuah kelompok masyarakat
yang mempunyai identitas, bahasa, dan budayanya tersendiri.
Referensi :
1. Presentasi pada Seminar
“Mengenal Budaya Tuli dan Bahasa Isyarat”. Yogyakarta, 29 Maret 2015 oleh Adhi
Kusumo Bharoto, peneliti di Laboratorium Riset Bahasa Isyarat.
2. Kamus Bahasa Isyarat Yogyakarta Edisi Pertama
Indonesia oleh Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Ka mada, ini dinda yang tempo hari ke SST yang kaka pesanin grab :P aku mau referensi nya dong ka. bahan seminarnya apakah masih ada? makasih kak
ReplyDelete