Dalam
proses pemahaman diri sendiri tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi,
difabel dihadapkan pada persoalan mengkomunikasian dan memahamkan kepada orang
lain mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapinya serta bagaimana
penyelesaian yang dipilih. Kesehatan reproduksi, bagi sebagian besar
masyarakat dengan adat ketimuran, masih dianggap sebagai suatu yang tabu dan tidak
boleh dibicarakan, terlebih kepada remaja atau bahkan anak-anak. Hal ini
menjadi isu tersendiri ketika dikaitkan dengan masa-masa pubertas.
Pola
komunikasi dan kesadaran kedua belah pihak baik orangtua maupun remaja difabel,
menjadi sangat penting dalam penyelesaian masalah-masalah yang mungkin dihadapi
dalamkesehatan reproduksi. Keragaman difabilitas yang dialami sangat
berpengaruh kepada bagaimana cara menyampaikan materi kesehatan reproduksi
supaya mudah diterima.
Tuli
akan memiliki kendala yang berbeda dengan difabel netra, difabel daksa akan
menyelesaikan masalahnya dengan cara yang tidak sama dengan difabel grahita.
Difabel daksa sendiri misalnya, pengguna kruk akan menghadapi hambatan berbeda
denganparaplegic. Menjelaskan organ-organ reproduksi kepada remaja
tuli akan berbeda caranya dengan penjelasan kepada difabel netra, dan
sebagainya. Kompleksitas yang terjadi karena keberagaman disabilitas inilah
yang membuat isu kesehatan reproduksi menjadi sangat rumit bagi difabel.
Tidak
semua sekolah baik Sekolah Luar Biasa (SLB), sekolah umum, maupun sekolah
inklusif mengajarkan pendidikan terkait kesehatan reproduksi kepada
peserta didik. Peran serta orang tua menjadi sangat penting untuk memberikan
informasi kesehatan reproduksi terutama orang tua anak difabel. Informasi
kesehatan reproduksi sangat memperngaruhi kesehatan reproduksi yang tidak hanya
sehat alat reproduksinya, namun juga sehat secara mental dan sosial. Sering
kali, kurangnya informasi dan kesadaran kesehatan reproduksi menimbulkan
permasalahan kesehatan reproduksi seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan
tidak tahu cara merawat kesehatan alat reproduksi pribadi yang menyebabkan
penyakit menular seperdi AIDS atau HIV.
Pembelajaran
Harus Tepat Sasaran
Ketidakpahaman
risiko yang akan dihadapi jika tidak menjaga kesehatan reproduksi belum
sepenuhnya dimengerti oleh remaja difabel. Remaja difabel menjadi kelompok yang
sangat rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi. Pendidikan dan layanan
kesehatan reproduksi mutlak diperlukan untuk remaja difabel agar dapat
menghindari masalah kesehatan reproduksi yang tidak diinginkan dan mengurangi
jumlah korban kekerasan terhadap remaja difabel. Tidak hanya menjadi tanggung
jawab orang tua anak difabel, pemerintah juga dituntut untuk memberikan
pengetahuan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah dan menindak tegas pelaku
kekerasan seksual remaja difabel.
Pembelajaran terkait kesehatan reproduksi harus
dapat dipastikan tepat sasaran dan diterima baik oleh remaja difabel. Materi
pelajaran kesehatan reproduksi tidak bisa disamakan untuk remaja difabel karena
kemampuan mereka yang berbeda dalam menyerap informasi. Contohnya untuk remaja
tuli, dibutuhkan kemampuan bahasa isyarat oleh guru yang mengajar disertai
gambar beserta keterangan, alat peraga, dan video. Hal ini bertujuan agar
remaja difabel dapat memahami secara optimal materi mengenani kesehatan
reproduksi. Tentu berbeda jika menyampaikannya kepada remaja difabel lainnya.
Materi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan remaja difabel agar
informasi kesehatan reproduksi untuk remaja difabel dapat tersampaikan dengan
maksimal.
No comments:
Post a Comment