Translate

Tuesday, December 9, 2014

Saudara yang Mengajarkan Senyum Tanpa Pamrih

        Jenuh. Inilah yang aku rasakan saat memasuki semester akhir menjadi mahasiswa, alias saat
mengerjakan skripsi. Sudah tidak ada lagi kesibukan organisasi di kampus dan kerja paruh waktu yang dulu sering menyita waktuku. Aku memang harus fokus menyelesaikan skripsiku, namun bosan rasanya dengan kegiatan yang itu-itu saja. Aku putuskan untuk pergi berlibur selama 3 hari di sebuah desa di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Menikmati perjalanan dengan menggunakan bus ekonomi hingga basah kuyup kehujanan pun tidak membuatku hilang semangat untuk segera sampai di rumah temanku. Sesampainya di sana, temanku mengajakku menikmati udara pagi sembari berjualan tempe di pasar.

       Saat siang hari, kami berbincang santai di teras depan rumahnya. Aku bermain HP dan membuka sebuah jejaring sosial, twitter. Muncul satu tautan berisi video sebuah komunitas tuli di Jogja yang sontak membuatku tertarik. Melihat profil video komunitas tersebut, aku segera mencari informasi mengenai beradaan komunitas itu yang kebetulan berasal dari Jogja, tempatku menempuh studi S1. Terlihat jelas bagaimana pemain dalam video tersebut mencoba berbicara namun tidak dengan suara, melainkan dengan tangannya. Mereka menggunakan Bahasa Isyarat. Tak terasa aku menyunggingkan senyum, senyum bahagia karena akhirnya aku tahu apa yang aku inginkan. Aku ingin mengenal Bahasa Isyarat.

      Awalnya aku masih merasa ragu untuk datang ke Benteng Vredebung Jogja, tempat komunitas tuli tersebut mengadakan pementasan. Ragu karena tak pernah sebelumnya aku mengenal dunia tuli. Memang ada perasaan khawatir saat aku melangkahkan kaki memasuki ruangan pameran komunitas. Aku khawatir tidak bisa menjalin komunikasi baik dengan mereka. Selain karena aku tak pernah mengenal Bahasa Isyarat, aku juga khawatir mereka akan tersinggung jika aku salah bertindak. Salah seorang panitia pada acara tersebut adalah temanku saat dulu aku bekerja paruh waktu. Dia mengantarkanku berkenalan dengan salah seorang relawan komunitas tuli bernama Marlita. Marlita terlihat sangat ramah dengan senyum sederhananya. Dia memberiku sebuah alamat tempat biasa komunitas tuli berkumpul dan belajar bersama. Satu hal yang membuatku makin bersemangat kala itu adalah, basecamp komunitas tuli di sana membuka kelas Bahasa Isyarat gratis yang dibuka untuk umum!

      Hanya berselang satu hari, aku langsung datang menuju alamat yang diberikan oleh Marlita. Sesampainya di lokasi, aku bertemu dengan seorang relawan yang mengantarkanku berkenalan dengan teman-teman tuli. Canggung rasanya menggerakan tanganku untuk mengikuti gerakan tangan mereka mengisyaratkan beberapa kata. Awalnya aku hanya terdiam memandang proses belajar di kelas. Tidak ada teman berbincang saat itu karena semua peserta dan guru di kelas itu tuli, tidak bisa mendengar. Aku pun hanya terdiam, tak mengerti apa yang mereka perbincangkan. Setelah kelas Bahasa Isyarat pertamaku usai, teman-teman tuli mengajakku berbincang dan memberiku sebuah nama isyarat. Meskipun kami masih banyak berkomunikasi secara tertulis, aku merasa sangat senang karena sudah diberi nama isyarat dan juga pengetahuan baru yang sudah lama aku minati, Bahasa Isyarat. 

     Aku bertekad untuk terus belajar Bahasa Isyarat, termasuk juga belajar budaya tuli. Semua teman-teman tuli menerimaku dengan ramah dan terbuka. Kerap kali mereka mengajakku makan malam bersama seusai kelas Bahasa Isyarat dan mengajakku menonton pementasan mereka. Dari pementasan itulah, aku menjadi semakin kagum dan ingin lebih mengenal komunitas tuli yang bernama Deaf Art Community itu.

      Tidak aku sangka, mereka yang memiliki keterbatasan mendengar masih bisa menikmati hidup ini serasa tanpa beban. Senyum bersahabat selalu mereka lontarkan kepadaku saat aku mengatakan pementasan mereka luar biasa. Ya, luar biasa. Meskipun mereka tidak bisa mendengar dengan telinga, namun mereka bisa mendengar melalui detak jantung mereka. Terbukti dengan adanya dua personil Deaf Art Community (DAC) yang mampu memainkan alat musik jimbe dengan tempo yang seirama. Seluruh personil DAC pun mampu menari hip-hop dengan gerakan yang seirama dengan suara dari Beatboxing of Jogja. Teman-teman tuli masih bisa merasakan getaran dari suara yang dihasilkan Beatboxing of Jogja, inilah yang menuntun mereka mampu menari hip-hop.

       Tidak hanya tarian hip-hop saja yang mampu mereka suguhkan pada saat pementasan. Mereka juga menampilkan puisi Bahasa Isyarat, puisi yang mereka ciptakan bersama sebagai bentuk curahan hati. Dalam puisi tersebut mereka bercerita, "Apa salah kami lahir di dunia? Kami juga lahir dari buah cinta, sama sepertimu anak-anak Adam dan Hawa yang terlahir selalu tanpa dosa. Sempurna, adalah kata yang sangat menyakitkan, seperti tombak yang kau tusuk dalam ingatan. Pandangan sinismu buat semangatku berantakan, terpaan cacian timbulkan jurang perbedaan. Anak-anak lain bisa melihat dan mendengar. Rasa sempurna seenaknya terus berkoar, diskriminasi terjadi pada kami yang tuli karena bahasa tubuhlah yang dapat kami mengerti."

      Mereka mampu memotivasi hidupku untuk lebih bersyukur dan tidak banyak berkeluh kesah. Banyak manusia yang malu menatap diri di cermin, di saat teman-teman tuli mampu tersenyum diantara keterbatasan. Mereka bergerak seakan menantang dunia. Menunjukkan bahwa mereka bukan hanya isyarat tanpa makna. Mereka bahkan menyambut semua pandangan sebelah mata dengan prestasi tanpa ujung lelah. Seperti halnya puisi yang mereka ciptakan, aku ingin ikut berlari dalam setiap dentuman semangat mereka. Mereka tak hanya sahabat, tapi juga saudara yang mengajarkan senyum tanpa pamrih. Mereka yang membagikan genggaman penuh cinta, bahkan mereka yang memberi arti nilai kehidupan penuh rasa syukur.

      Semua manusia, tiada yang sempurna. Indahnya dunia, pasti selalu ada. Terus berusaha dan berani mencoba, syukuri nikmati-Nya atas karunia. Keterbatasan tak menjadi halangan untuk raih mimpi dan masa depan. Biarkan orang lain yang selalu menghina seperti tak punya dosa. Terus berusaha hingga mampu melewatinya karena aku percaya, kita satu penuh cinta.


PENTAS DAC TAHUN 2012

KELUARGA BESAR DAC







No comments:

Post a Comment